SUPERVISOR MANAGEMENT (POAC/PDCA) DAN KASUS PERUSAHAAN SERTA ANALISA
Menurut Sarwoto (1993) menjelaskan
Supervisor sebagai seorang anggota dari managemen yang bertanggung jawab atas
pekerjaan dari kelompoknya kepada tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Untuk mencapai
manajemen yang efektif dibutuhkan 3M yaitu Man, Material dan Money. Ketiganya saling
berkaitan apabila salah satu tidak terpenuhi maka tidak akan mencapai manajemen
yang efektif. Terdapat lima fungsi management, yaitu :
·
Planing
·
Organizing
·
Staffing
·
Leading
·
Controlling
Dan ada 3 tingkatan managemen yaitu:
·
Top
Management : bertugas merencanakan
kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya
perusahaan.
·
Middle
Management : bertugas untuk menurunkan
rancangan dari top management kepada low management dan dapat disebut juga
sebagai translator karena dapat menyederhanakan tugas untuk disampaikan pada
low management.
·
Low
Management/Supervisor : bertugas untuk menjalankan dan mengontrol jalannya
tugas yang diberikan oleh top management sehingga strategi yang direncanakan
sesuai dengan rencana top management.
Kasus
Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di Indonesia
Terdapat keluhan tentang management
Nike yang berada di Sukabumi, Jawa Barat. Para pekerja di perusahaan sepatu
Converse Indonesia diperlakukan tidak manusiawi oleh supervisor mereka.
Supervisor melempar sepatu pada buruh, menampar muka mereka dan memanggil
mereka dengan kata-kata kasar. Nike pemilik merek mengakui bahwa pelecehan tersebut
terjadi di kalangan para produsen kontraktor, tetapi perusahaan tidak dapat
menghentikannya.
Puluhan
pekerja yang diwawancarai oleh The Associated
Press dan dokumen yang dirilis Nike menyatakan, selama ini perusahaan
berusaha memenuhi standar yang ditetapkan dan mencoba mengakhiri ketergantungan
pada tenaga kerja berupah rendah. Pabrik perusahaan yang dioperasikan oleh Pou
Chen Grup sebuah perusahaan asal taiwan, pabrik tersebut berhenti memproduksi
dengan merek Converse setelah Nike mencaplok perusahaan ini setelah empat tahun
terakhir.
Salah satu pekerja mengatakan, dia
ditendang oleh supervisor tahun lalu setelah membuat kesalahan saat memotong
karet untuk sol. “Kami tak berdaya” ujar pekerja wanita yang diwawancarai tanpa
mau menyebut identitas secara jelas. “Satu-satunya pilihan adalah kami harus
tinggal dan menderita atau berbicara keluar kemudian dipecat,” timpal pekerja
lainnya.
Pabrik
ini memiliki sekitar 10.000 pekerja yang didominasi oleh perempuan, mereka
menerima bayaran 50 sen per jam, makanan dan barak untuk menginap. Beberapa
pekerja lainnya diwawancarai pada bulan Maret dan April silam mengatakan bahwa
dia telah dipukul hingga lengannya terluka, satu orangnya sampai berdarah.
Lainnya mengatakan bahwa mereka dipecat setelah mengajukan keluhan. “Mereka
melempar sepatu dan hal-hal lain kepada kami,” kata seorang perempuan umur 23
tahun di divisi bordir. “Mereka menggeram dan menampar kami ketika mereka
marah,” tuturnya.
Salah
satu pekerja, Mira Agustina (30), mengatakan, dia dipecat pada tahun 2009
ketika mengajukan cuti sakit meskipun dia memiliki surat keterangan sakit dari
dokter. "Bekerja di perusahaan itu sangat mengerikan," katanya. Ia
melanjutkan, "Bos kami menggunakan kaki untuk menunjuk, lalu memanggil
kami dengan nama-nama kasar."
Di pabrik sepatu lainnya, yaitu PT
Amara, yang terletak tepat di luar Jakarta, para supervisor pemegang merek
Converse juga memerintahkan enam pekerja perempuan berdiri di terik matahari
setelah mereka gagal memenuhi target mereka menyelesaikan 60 lusin sepatu tepat
waktu. "Mereka menangis dan baru diizinkan melanjutkan pekerjaan mereka
setelah dua jam di bawah matahari," kata Ujang Suhendi (47), seorang
pekerja di bagian gudang pabrik. Supervisor telah menerima surat peringatan
atas insiden Mei setelah keluhan dari serikat pekerja.
Sebenarnya, satu dekade yang lalu, Nike pernah mendapat kritik
yang cukup keras karena mempekerjakan anak-anak di bawah umur untuk
meningkatkan kapasitas produksinya. Merujuk laporan internal Nike, hampir dua
pertiga dari 168 pabrik yang membuat produk-produk Converse di seluruh dunia
gagal memenuhi standar yang ditetapkan Nike sebagai produsen kontrak (Megasari dalam
kompas, 2011).
Analisis
Dalam
kasus ini menjelaskan tingkah laku Supervisor yang kasar terhadap karyawannya.
Disimpulkan bahwa kesalahan Supervisor Nike cenderung memaksa apabila tidak
memenuhi target produksi, perusahaan tidak memotivasi karyawan untuk bekerja
dengan lebih baik tetapi cenderung mengancam karyawan, tidak adanya keadilan
kinerja untuk pekerja, upah yang diterima tidak seimbang dengan apa yang telah
dipekerjakan, perusahaan memperkerjakan anak di bawah umur demi meningkatkan
produksi, dan pekerja akan diberi hukuman apabila menolak untuk lembur. Menurut
Tepper & Taylor Supervisor bertugas membantu bawahan dalam pekerjaannya
untuk memuaskan tanggung jawab mereka terhadap pekerjaannya, dan memenuhi
kewajiban mereka untuk membantu organisasi mencapai tujuannya (dalam Shanlock,
2006).
Sebab
dari permasalahan ini yaitu kurangnya pengawasan dari supervisor terhadap
karyawan sehingga supervisor tidak tahu kinerja yang telah dilakukan oleh
karyawannya. Akibat dari permasalahan ini yang akan diterima oleh perusahaan
yaitu menurunnya kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan secara
berkelanjutan, pekerja berharap perusahaan akan bangkrut, pekerja akan beralih
kepada yang menjanjikan upah yang lebih tinggi, akan terjadi demo besar-besaran
yang dilakukan oleh karyawan dan efek jangka panjang yang akan diterima oleh
perusahaan yaitu akan mempengaruhi kesan penanaman modal asing di Indonesia,
apabila kinerja di Indonesia buruk maka penanam modal enggan menginvestasikan
dana mereka.
Untuk menanggulangi permasalahan ini
ada yang harus diperbaiki dalam tingkah laku Supervisor. Menurut Dessler tingkah
laku yang baik untuk Supervisor dalam memanajemen sumber daya manusia yaitu
membuat rencana yang strategik seperti perusahaan memiliki kisaran target yang
sempit tentang apa yang akan mereka bayarkan kepada karyawan dalam setiap
pekerjaan, memberikan tunjangan kepada karyawan, memiliki hubungan yang baik
terhadap karyawan seperti berpelakuan adil dan memberikan contoh etika yang
baik kepada bawahan, memberikan keamanan dan kesehatan karyawan agar karyawan
tidak merasa terancam apabila bekerja pada perusahaan tersebut.
Apabila
Supervisor tersebut tetap melakukan hal yang sama perlu adanya tindakan dalam
karyawan. Karea ada faktor yang membawa nilai-nilai apa yang mereka anggap
benar dan salah kepada karyawan mereka. Dan apabila Supervisor melakukan
perubahan dalam perubahannya pekerja harus lebih semangat dalam menjalankan
tanggung jawabnya dan memiliki etika berperilaku yang baik terhadap atasan.
Menurut Bader & Bloom wewenang
supervisor dalam sebuah perusahaan yaitu mendiagnosis kesiapan organisasi, mengadakan
analisis rantai nilai, melakukan perencanaan jangka pendek, mengembangkan
program pengkomunikasian dan pelatihan manajemen kinerja baru, supervisor
menjadi pembimbing dan penasihat, semua karyawan sebagai costumer internal,
pengujian secara regular, hubungan kemitraan antara atasan dan bwahan,
supervisor aktif memberikan informasi, dan supervisor berperan sebagai leader
(dalam Suhartono, 2012).
Solusi untuk mengatasi persoalan ini
di perlukan pelatihan untuk semua staff-staff karyawan karena dengan
melakukannya pelatihan staff-staff akan diajarkan cara beretika yang baik dan
menanamkan moral-moral kemanusiaan pada dirinya. Dan diperlukannya juga
perubahan desain pekerjaan, dimana yang dulu tidak ada pengawasan yang ketat
sekarang seharusnya diadakan pengawasan yang ketat demi mencapai tujuan sebuah
perusahaan. Sehingga tidak ada lagi karyawan yang menjadi korban kekerasan oleh
supervisor.
Referensi
:
Dessler
G,. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Index
Megasari D., 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di
Indonesia. Diterima dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia
Sarwoto. 1993. Supervisor. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Sarwoto. 1993. Supervisor. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Shanock, L. R., & Eisenberger, R.
(2006). When supervisors feel supported: relationships with subordinates'
perceived supervisor support, perceived organizational support, and
performance. Journal of
Applied psychology, 91(3),
689.
Suhartono,
I. (2012). MANAJEMEN KINERJA PADA PERUSAHAAN BISNIS DARI MANAJEMEN KINERJA
TRADISIONAL KE MANAJEMEN KINERJA BARU. Jurnal Ilmiah Among Makarti, 3(5).
Komentar
Posting Komentar